K
|
etika aku berada di bangku SLTA
tepatnya di tingkat I Semester
terakhir, sejak itulah aku mulai
mengenal Islam yang Hak, yaitu Islam murni yang mana selama aku menuntut ilmu
tersebut belum ada satu pun kecacatan atau hal-hal yang menyimpang dari
Kitabullah dan Sunnah Rasullullah sallallahu ‘alaihi wa salam yang shahih.
Hingga pada suatu hari, akupun terus berusaha mendakwahkan dan menerapkan ilmu
yang aku peroleh dalam hal pemahaman Aqidah, Fiqih, dan Ilmu-ilmu Syar’i
lainnya.
Kemudian tepatnya ketika aku berada di
tingkat 3 SLTA dan hampir menamatkan sekolah SLTA, kuluarga pun mulai menyadari
dan mencurigai aku. Karena hampir 2 tahun belakangan ini, aku melaksanakan tata
cara peribadatan yang berbeda dari dulu biasa aku laksanakan sebelum aku
mengenal Sunnah. Akhirnya, pengawasan mereka, terutama kedua orang tuaku
terhadapku semakin ketat karena mereka khawatir jika aku terjebak dalam
pemahaman yang sesat . Kendati pun demikian, aku tidak patah semangat untuk
terus meyakinkan mereka bahwasanya ilmu syar’i yang selama ini aku pelajari
adalah ilmu yang haq berbeda dengan ilmu-ilmu yang dulu pernah aku pelajari
sebelum aku mengenal sunnah yang mana sumber rujukannya itu tidak jelas.
Hingga suatu hari aku tamat di jenjang
SLTA, aku pun memutuskan melanjutkan studiku ke sebuah Ma’had Sunnah yang
sebelumnya aku pernah menimba ilmu dari Ma’had tersebut setiap akhir pekan
setelah pulang sekolah, dan memang sebelumnya aku sudah sempat menyinggung
sejak awal tentang rencanaku untuk meneruskan studi ke Ma’had tersebut. Pada
awalnya keluargaku mendukung atas keputusanku, tapi ketika mereka mendengar
isu-isu yang tidak benar tentang Ma’had itu yang dikatakan sesat/mengajarkan
kepada kesesatan, akhirnya mereka mengubahkeputusanku dengan tidak merestuiku
meneruskan ke Ma’had, tetapi bukan hanya itu, aku pun dibaikot oleh keluarga
untuk tidak menimba ilmu syar’i lagi di sana dan dilarang untuk tidak berhubungan
dengan akhwat yang ada di sana. Mendengar keputusan keluarga itu, pada awalnya
aku merasa sangat sedih dan kecewa, sedih karena mereka mengubah keputusannya
dan sangat kecewanya lagi karena mereka mudah percaya kepada orang lain
ketimbang anaknya sendiri. Aku pun merenung sejenak, dan meng-sms salah seorang murobiyah.
Beliau memberiku tausiyah agar aku
terus bersabar dan senantiasa bersikap
baik kepada keluarga dan berbakti kepada ke-dua orang tua. Beliau mengatakan,
“Ukhti... cobalah berkhusnudzon kepada mereka, mereka melarang ukhti untuk
menimba ilmu di Ma’had semata-mata karena mereka khawatir ukhti terjebak dalam ajaran-ajaran
sesat, dan cara untuk mengambil kepercayaannya kembali adalah dengan terus
bersabar, bersikap baik kepada keluarga dan berbakti kepada orang tua. Buktikan
bahwasanya ukhti mengetahui dinul Islam yang haq ini, ukhti lebih baik dalam
segala hal baik dalam ibadah, muamalah, birrut walidain (berbakti kepada orang
tua). Sebagaimana Allah Subahanahu wa ta’ala telah berfirman:
“ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia[850].”
(QS. Al-Israa: 23)
|
[850]. Mengucapkan kata ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh
agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih
kasar daripada itu.
|
Dan
tidak mendurhakai mereka, salah satu diantaranya adalah mencaci ayah dan ibu
orang lain. Sebagaimana sabda Rasullullah sallallahu ‘alaihi wa salam, “Termasuk dosa besar seorang lelaki mencaci
kedua orang tuanya, yaitu seseorang mencaci ayah orang lain lalu orang tersebut
membalas mencaci ayah dan ibunya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dan kita pun jangan lupa untuk terus
berdo’a kepada Allah Subhanahu wa ta’ala Yang Maha membolak balikan hati untuk
memberi hidayah dhilalah dan Taufik kepada keluarga dan terus berusaha
men-dakwahkan mereka kepada ajaran Islam yang haq.
Alhamdulillah... bi’idznillah akhirnya
mereka pun kembali mendukung aku untuk menimba ilmu di Ma’had, sedikit demi
sedikit keluargaku pun mau menerima ilmu yang aku sampaikan walaupun sedikit, dan
aku akan terus berusaha dan memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala semoga Dia
memberikan hidayah dhilalah dan Taufik kepada keluargaku. Karena aku tidak mau
hanya diriku saja yang terselamatkan dari api Neraka, sedangkan keluargaku
merintih kesakitan akibat siksaan Allah Subhanhu wa ta’ala yang pedih, wa ‘iyya
dzu billah tsumma Na’udzubillah sebagaimana Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.” (QS.Tahriim:
6)
Oleh
karena itu wahai ikhwah wa akhwati fillah, bagi kalian yang baru saja mengenal
islam yang haq dan yang sedang berusaha pula untuk mengamalkannya akan tetapi
masih ada cobaan dan ujian yang dihadapi, seperti perlakuan orang tua dan
keluarga yang masih menentang dan belum mau menerima ajaran Islam yang haq,
janganlah berputus asa dan tetaplah semangat, terus bersabar, berusaha dan
berdo’a kepada Allah Subahahu wa ta’ala karena Dia-lah yang menguasai hati-hati
para hamba-Nya agar Dia memberikan Hidayah Dhi-lalah dan Taufik kepada
keluargamu, dan keluarga kita semua. Yakinlah kepada-Nya, karena sesungguhnya
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam bersabda dalam hadits Qudsi, “Sesungguhnya Aku (Allah Subhanahu wa
ta’ala) tergantung persangkalan hamba-Ku” (HR. Bukhari dan Muslim) ~NJ (Ma’had Mu’alimat)
Dalam
sebuah hadist shahih dari Nabi Sallallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda,
“Pada hari kiamat akan diseret seseorang lalu dibuang ke dalam neraka, lalu
memuncratlah semua isi perutnya. Lalu ia berputar mengelilinginya seperti
keledai mengelilingi penggilingannya. Kemudian penduduk neraka berkumpul
melihat dan berkata kepadanya, ‘hai fulan,
ada apa denganmu? Dulu kamu menyeru kami berbuat yang makruf dan
melarang kami berbuat yang mungkar? Maka ia menjawab, ‘ia dulu saya telah
menyuruh kalian berbuat yang makruf tapi saya sendiri tidak melakukannya. Saya
melarang kalian dari berbuat yang munkar namun saya sendiri melakukannya.”
Sumber:
Majalah dakwah Islam “Gerimis”/hal.46/edisi 7/thn 4/ juli 2009
terus berjuang!
BalasHapus