Sabtu, 19 Januari 2013

KAIN PENUTUP ITU…


… hanyalah secarik kain yang kadang oleh sebagian orang dianggap tabu atau bahkan kolot bagi orang yang memakainya. Namun ada juga yang mempertahankannya dengan tambahan aksesoris atau perubahan di sana-sini agar terlihat modis dan sesuai dengan trend fesyen saat ini.
Kain penutup kepala itu biasa lebih dikenal dengan istilah kerudung atau jilbab. Keberadaanya selalu menjadi bahan perhatian dan perdebatan di setiap kalangan. Karena memang ia adalah salah satu hal yang dapat menjadikan penampilan seorang wanita menjadi lebih anggun dan istimewa. Terlepas dari sudut pandang dari orang yang tidak menyukainya. Namun, tetap saja kerudung mempunyai nilai lebih bila tergerai di mahkota sang dara.
Keberadaan jilbab atau kerudung bukanlah berasal dari ciri dan corak berpakaian bangsa Arab dahulu kala. Karena bangsa Arab (Jahiliyyah) dahulu belum mengenal adanya kain penutup kepala seperti sekarang atau dikenal dengan jilbab. Mereka dahulu lebih suka membuka aurat dan memamerkan kecantikannya di khalayak umum. Seperti yang di singgung oleh Allah dalam Al-Qur’an ketika memerintahkan wanita-wanita  Muhajirin dan Anshar untuk menutup kepala dan wajah-wajah mereka. Jadi , lucu jika ada orang yang mengatakan atau berpendapat jilbab itu adalah pakaian adat bangsa arab.
Bahkan lebih jauh dari itu mereka beranggapan bahwa dengan menggunakan jilbab berarti telah mendiskriminasikan kebebasan berekspresi wanita, dan dengan berjilbab ria wanita tidak bisa menampilkan kecantikannya yang merupakan anugrah dari yang kuasa. 
            Dengan berjilbab, wanita tidak dapat masuk ke berbagai tempat ataupun lahan kerja dimana dia bisa exist di dalamnya. Dan masih banyak lagi seribu macam alasan yang memojokkan kain penutup mahkota ini.
            Oleh karena itu, dengan dalih untuk menghilangkan itu semua serta jilbab bisa lebih mudah diterima oleh setiap kalangan dan berbagai lapisan, ada sebagian pihak yang berupaya memaksakan jilbab dengan dunia feysen ala Barat. Sehingga tampak lebih serasi, anggun dan modis menurut kacamata feysen dan syahwat.
            Jilbab seperti ini yang sekarang lebih dikenal luas dengan istilah JILBAB GAUL. Dan banyak peminatnya dan sangat digandrungi oleh remaja yang memang tidak terlepas dengan dunia three F (fun, food, dan fashion). Pemerkosaan Jilbab seperti ini akhirnya mengeluarkan makna dan hakikat jilbab itu sendiri  dari nilai-nilai keislaman.
            Lucu bila kita dapati seorang wanita dengan jilbab yang menutupi kepalanya kemudian kedua ujungnya dililitkaan ke lehernya yang membentuk jenjang leher sang wanita sehingga masih tampak (maaf) dada atasnya yang terbuka. Kemudian dia padukan dengan kaos lengan panjang  dan celana jeans yang ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya. Semua itu ia lakukan agar tampak serasi dan modis dapat diterima semua lapisan serta masih dikatakan Islami (menurut pandangan penganutnya).
            Belum menambahkan warna-warna mencolok yang menarik perhatian dan pernak-pernik perhiasan. Bahkan belum lama ini di salah satu kota besar Jawa Barat digelar feysen show yang menampilkan berbagai rancangan dari busana muslimah yang dipadukan dengan trend berbusana pada masyarakat luas dengan konsep imaginary.
            Semua hanya sebuah keserasian yang hanya diukur melalui keindahan dan kecantikan syahwati dan kenikmatan duniawi, bukan keserasian yang bertitik tolak dari  penilaian imani.
            Jilbab atau kerudung bukanlah bukan hanya sebagai kain penutup bagi tubuh-tubuh wanita yang begitu istimewa. Jilbab bukanlah hanya produk fesyen yang bisa dipertontonkan  dan didisain semau gua.
            Namun, lebih jauh dari itu jilbab merupakan perintah langsung dari Rabb ‘Azza wa Jalla bagi hamba-hambanya yang beriman. Jilbab adalah perintah syar’I bagi hamba Allah yang begitu istimewa bernama Wanita. Begitu istimewanya wanita hingga ibarat perhiasan yang harus dijaga dan tidak sembarangan orang yang boleh melihat serta menyentuhnya.
            Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada kaum wanita untuk memakai kerudung atau jilbab dengan kriteria yang telah ditentukan, bukan asal pakai menurut selera fesyen atau trend busana.
            Jilbab yang menjadi tuntutan syar’I adalah jilbab yang panjang lebar menutup kepala, muka serta dada. Bukan jilbab pendek serta membentuk raut wajah bahkan melilit leher. Jilbab yang disukai syar’I adalah jilbab yang berwarna gelap bukan jilbab yang bercorak hingga dapat mengundang perhatian. Jilbab yang diperintahkan adalah jilbab yang menutup tubuh bukan malah yang membentuk tubuh hingga auratnya terlihat.
Lantas pertnyaannya adalah apakah dapat dikatakan serasi dan islami bagi saudari-saudari kita yang menjadi kormod (Korban Mode) dunia fesyen?
Satu hal yang perlu diingat adalah kecantikan seorang wanita bukan hanya diukur dengan penampilan dan gaya dia berbusana. Kecantikan wanita akan lebih berharga bila diukur degan ketaatan dia kepada Rabb-nya.
Jangan tertipu dengan bisikan Iblis Laknatullah  serta dorongan hawa nafsu yang menipu. Cukuplah kecantikan tersebut kita berikan kepada orang yang memang telah Allah halalkan untuk kita. Bukan diperuntukan bagi orang-orang yang kita sendiri tidak tahu akan kebaikan hati dan agamanya.
Dan janganlah pernah merasa ragu untuk menjalankan perintah Allah. Jangan pernah merasa takut serta menyesal ketika melaksanakan perintah-Nya. Sebab bila seorang wanita mengenakan jilbab seperti yang diperintahkan-Nya, bukan hanya kecantikan yang ia peroleh, Ridha Allah pun akan ia dapatka. Dalam manusia ia terjaga, sedang dalam pandangan Rabb-Nya ia begitu mulia.
Keserasian yang demikian adalah keserasian yang terlihat dalam pandangan realita dan keimanan.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Salam pernah mengabarkan bahwa salah satu sifat penghuni neraka adalah para wanita yang berjalan dengan berlenggak lenggok seperti punuk unta. Mereka mengenakan pakaian namun pada kenyataannya mereka telanjang. Akankah keserasian yang kita dambakan menjerumus kita ke dalam neraka? Wal’iyadzubillah
Saudariku…, tidak hina untuk mengenakan jilbab. Tidak sulit untuk memakainya. Engkau akan mulia dengannya, bahkan begitu mulianya engkau sampai-sampai Allah mengumandangkan perang bagi yang menghinakannya.
Hanyas saja, mungkin iman ini masih lemah dan hati ini masih keras hingga kita masih saja mempersalahkan permata yang begitu berharga?... (Fachri)
*Dikutip dari majalah “Mu’minah” edisi 2/tahun 1/april 2006/hal33-35.    

0 komentar:

Posting Komentar